Selasa, 17 Desember 2019

Angka stunting 30 % di Indonesia


                                                        
           Angka Stunting Berkurang jadi 30,8 Persen, Menkes Belum Puas


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyoroti pentingnya kesehatan ibu dan anak. Sebab mulai 2019, pemerintah akan melakukan pembangunan kesehatan melalui program peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia.
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengatakan, selain peningkatan kesehatan ibu anak, keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, prioritasnya pada 2019 antara lain percepatan penurunan stunting. Seperti yang diketahui, stunting menjadi salah satu kasus yang mengkhawatirkan di tanah air.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas), angka stunting menurun dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 30,8 persen pada akhir 2018. Meski demikian, upaya penurunan terus dilakukan.
“Kita menginginkan anak-anak kita menjadi anak-anak yang cerdas. Kita ini masih tiga anak di antara 10 menderita stunting,” ujar Nila dalam konferensi pers di kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Kamis (10/1).
Sementara itu, rekomendasi dari World Health Organization (WHO) yakni sebanyak dua anak dari 10 yang menderita stunting. Nila berharap, pihaknya bisa menekan angka hingga di bawah rekomendasi itu.
“Kalau bisa kita di bawah itu, tidak ada lagi anak yang kekurangan gizi,” tegas dia.
Pasalnya, kondisi stunting pada anak bukan hanya berdampak pada fisik, tetapi juga kecerdasan anak. Bahkan, anak stunting juga berpotensi mengalami penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, obesitas, hingga stroke.
Oleh karena itu, berbagai program pembangunan kesehatan yang mendukung penurunan stunting, yaitu penguatan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas) dan pengendalian penyakit, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, serta pemantapan penyelenggaraan JKN-KIS.

SOLOK - Kabupaten Solok merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki angka stunting yang tinggi. Hal ini tentunya perlu perhatian dari semua pihak, tidak terkecuali para generasi muda Solok untuk membantu menurunkan angka prevalensi stunting di daerahnya."Dari hasil pemantauan status gizi yang dilakukan pada Agustus 2018, prevalensi stunting di Kabupaten Solok sebesar 30,5 persen," ujar Asisten Koordinator Bidang Ekonomi Pembangunan Kesejahteraan Rakyat (Ekbangkesra) Kabupaten Solok, Medison, di Solok, Kamis (3/10/2019) lalu.

Angka tersebut setara dengan angka prevalensi stunting secara nasional. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka stunting di Indonesia masih sebesar 30,8 persen. Angka ini tentu masih tinggi dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) yakni 20 persen.

Oleh karena itu, Pemeritah Kabupaten (Pemkab) Solok berharap semua pihak diharapkan ikut peduli dan bergerak dalam rangka penurunan angka prevalensi stunting termasuk remaja.
"Untuk menangani stunting ini tidak bisa hanya dengan cara penanggulangan, tapi juga perlu dilakukan tindakan pencegahan. Oleh karena itu, penting untuk para remaja mendapatkan akses edukasi mengenai gizi seimbang dan kesehatan karena merekalah yang nanti akan melahirkan generasi berikutnya di masa depan," ujar Medison.

Oleh karena itu, Pemkab Solok menyambut baik kehadiran forum sosialisasi Generasi Bersih dan Sehat (Genbest) yang diadakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Solok, Kamis, 3 Oktober 2019.

"Kami berharap para peserta dapat memahami pemaparan dari narasumber di Genbest Solok ini dan nantinya bisa menjadi agen pencegahan stunting di Kabupaten Solok. Mereka bisa menyebarkan informasi ini kepada keluarga, teman-teman dan lingkungannya," ujar Medison.
Kepala Seksi Produksi Konten dan Diseminasi Info Kesehatan Direktorat Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (IKPMK), Kementerian Kominfo, Septa Dewi Anggraeni berharap dengan adanya Forum Sosialisasi Genbest ini, para remaja Solok juga dapat menjadi agen komunikasi dalam menyosialisasikan dan mengomunikasikan mengenai pencegahan stunting kepada teman-teman sebaya mereka baik melalui tatap muka maupun melalui media sosial.

“Indonesia akan mengalami bonus demografi di tahun 2030. Bonus demografi ini akan menjadi sia-sia jika generasi mendatang terkena stunting. Oleh karena itu, stunting harus dicegah sejak remaja dengan memberikan pemahaman tentang pencegahan stunting dan pola hidup bersih dan sehat. Hal ini dikarenakan nantinya para remaja inilah yang di masa depan nanti akan menjadi ibu dan melahirkan generasi selanjutnya yang terbebas dari stunting,” tutup Septa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perbaikan pelayanan BPJS untuk mendukung program pelayanan kesehatan

                                             Untuk mendukung keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah menetapk...